Sabtu, 10 Juli 2010

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DEMOKRASI DENGAN TEKNIK KATA KUNCI (KEYWORD) TERHADAP KESADARAN BERKONSTITUSI (Studi Kuasi Eksperimental dalam Pembelajar

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DEMOKRASI DENGAN TEKNIK KATA KUNCI (KEYWORD) TERHADAP KESADARAN BERKONSTITUSI

(Studi Kuasi Eksperimental dalam Pembelajaran PKn pada Siswa SMAN I Cilaku Kabupaten Cianjur)

oleh

Dra. Rina Meutia Iryana, M.Pd

============================================================

Abstrak

Penelitian ini menyajikan hasil studi kuasi eksperimental dalam konteks PKn untuk memperoleh kejelasan tentang (1) filosofis pendekatan model pembelajaran demokrasi, (2) implementasi teknik kata kunci (keyword), (3) kesadaran berkonstitusi. Selain itu, penelitian ini juga dalam upaya untuk mengetahui berapa besar kontribusi model pembelajaran demokrasi dengan teknik kata kunci (keyword) (X) terhadap kesadaran berkonstitusi siswa (Y).

Kesimpulan penelitian ini sebagai berikut :

Pertama, kesadaran berkonstitusi siswa akan tercapai secara efektif jika dalam proses belajar mengajar PKn menggunakan teknik kata kunci (keyword) Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa penerapan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran berkonstitusi siswa sebesar 0,413 atau 41,3 %. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kesadaran berkonstitusi siswa dipengaruhi secara signifikan oleh teknik kata kunci (keyword) sebesar 41,3 %, sedangkan sisanya sebesar 58,7% ditentukan oleh faktor lain. Kontribusi yang diberikan oleh teknik kata kunci (keyword) adalah sebesar 0,171 atau 17,1% dengan persamaan regresinya adalah ; makna yang didapat dari persamaan regresi ini adalah untuk setiap penambahan 1 satuan nilai X akan mampu menghasilkan nilai Y sebesar 54,569 + 0,153 = 54,822 satuan besar variabel Y.

Kedua, melalui pendekatan teknik kata kunci (keyword), akan terbentuk sikap percaya siswa terhadap pemerintah, hukum, dan peraturan karena berdasarkan penelitian pendekatan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran berkonstitusi siswa.

Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan akademik yang signifikan di antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rara-rata tes di kelas eksperimen adalah sebesar 23,7564, sedangkan rata-rata nilai tes di kelas kontrol adalah sebesar 12,5616.

Keempat, banyaknya pasal serta ayat yang terdapat dalam UUD 1945 hasil perubahan keempat cukup menyulitkan guru dan siswa dalam memahami konstitusi.

Kata kunci : Teknik kata kunci (keyword), kesadaran berkonstitusi.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Margaret Branson (1999:8) mengatakan bahwa PKn merupakan pendidikan yang mengandung tiga komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang demokratis, yaitu pengetahuan kewarganegara (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills) dan watak-watak kewarganegaraan (civic disposition).

Civic knowledge adalah pengetahuan kewarganegaraan yang berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara yang meliputi politik dan pemerintahan, konstitusi, tujuan, nilai-nilai dan prinsip demokrasi, hubungan negara dengan negara lain serta peran warganegara.

Kecakapan kewarganegaraan (civic skill), yaitu kemampuan warganegara untuk mempraktekan hak-haknya dan menunaikan tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat berdasarkan pengetahuan kewarganegaraan yang telah dimiliki. Watak-watak kewarganegaraan (civic disposition) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional.

Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis, tentunya tidaklah mudah. Salah satu upaya untuk membentuk masyarakat yang demokratis yaitu melalui PKn baik di tingkat persekolahan maupun di perguruan tinggi. Untuk itu, diperlukan strategi dan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma PKn yang baru.

Konsep pembentukan “warganegara yang baik” (good citizenship) harus diarahkan pada terbentuknya warganegara yang baik dalam arti “ democration citizen” semakin mempertegas perlunya pembaharuan konsep dan paradigma PKn baru. Seiring dengan terjadinya berbagai perubahan, maka perlu adanya penegasan makna PKn agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan tujuan PKn yang terdapat dalam Silabus PKn (2006 : 38), yaitu sebagai berikut:

  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
  2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
  1. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebagai warganegara yang baik tentunya siswa dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kesadaran terhadap konstitusi yang merupakan sumber tertib hukum tertinggi serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kenyataannya, umumnya siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi konstitusi. Mengingat begitu luasnya ruang lingkup PKn serta terbatasnya alokasi waktu yang tersedia. Umumnya para siswa mengalami kesulitan untuk memahami konstitusi yang telah diamandemen mengingat banyaknya perubahan terhadap pasal- pasal maupun ayat-ayat dalam konsitusi.

Selain itu, suasana kegiatan belajar mengajar PKn di kelas juga kurang demokratis, umumnya guru masih bersifat otoriter. Untuk itu, perlu diterapkan model pembelajaran yang demokratis dan teknik mengajar yang tepat. Berbagai teknik atau metode mengajar digunakan guru untuk meningkatkan kesadaran terhadap konstitusi serta kesadaran hukum. Dengan demikian tugas guru PKn terasa semakin berat. Jika guru benar-benar mampu menerapkan strategi pembelajaran PKn yang mampu meningkatkan kesadaran konstitusi dan hukum pada diri siswa, maka hal ini akan menjadi pendorong bagi kebangkitan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang aman, tertib, dan memiliki kepastian hukum.

Kesadaran konstitusi dan hukum sangat penting dimiliki oleh setiap siswa. Dengan kesadaran hukum yang dimiliki oleh siswa, maka akan tercipta situasi pembelajaran yang kondusif. Situasi belajar yang kondusif memberi peluang untuk terselenggaranya proses pembelajaran yang optimal. Kesadaran siswa terhadap konstitusi dirasa perlu dan mendesak, mengingat siswa adalah generasi muda penerus bangsa.

Dewasa ini model pembelajaran yang menekankan pada peningkatan aktivitas belajar siswa dirasa sangat diperlukan, dan telah dicoba oleh berbagai ahli pendidikan. Sejalan dengan itu, peneliti mencoba untuk menerapkan model pembelajaran demokrasi dengan teknik kata kunci (keyword). Teknik ini digunakan untuk memudahkan para siswa dalam memahami konstitusi (UUD 1945).

1.2 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dirasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahannya. Secara umum, masalah yang dipertanyakan dalam penelitian ini adalah ”Apakah model pembelajaran demokrasi dengan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran berkonstitusi siswa dalam pembelajaran PKn?”

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

  1. Benarkah model pembelajaran demokrasi dan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran berkonstitusi siswa dalam pembelajaran PKn?
  2. Bagaimanakah model pembelajaran demokrasi atau teknik kata kunci (keyword) dalam pembelajaran PKn yang efektif sehingga berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran berkonstitusi siswa?
  3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dan siswa dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap konstitusi?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

  1. mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh terhadap kesadaran konstitusi siswa dalam pembelajaran PKn;
  2. menganalisis kemampuan guru dalam menerapkan teknik kata kunci berpengaruh terhadap kesadaran konstitusi siswa dalam pembelajaran PKn;
  3. mengungkapkan kendala-kendala apa saja yang mungkin dihadapi oleh guru atau siswa dalam menerapkan teknik kata kunci (keyword) dan pengaruhnya terhadap kesadaran konstitusi siswa dalam pembelajaran PKn

1.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”Terdapat pengaruh dari penerapan model pembelajaran demokrasi dengan teknik kata kunci (keyword) terhadap kesadaran konstitusi siswa dalam pembelajaran PKn . Secara statistik hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Ho : m x - m y = 0

Ha : m x - m y > 0

Kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis nol akan diuji pada level of significant pada ά : 0.05 dan uji satu ekor ( one tail test).

2. Metode Demokrasi dengan Teknik Kata Kunci (Keyword)

2.1 Filosofis Pendekatan Model Pembelajaran Demokrasi

Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Penguasaan model pembelajaran merupakan salah satu ketrampilan proses yang harus dimiliki guru dari delapan standar yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Berdasar pada hal tersebut model atau teknik pembelajaran manakah yang paling efektif ? Muhamad Ali (2009:6) berpendapat bahwa :

  1. tidak ada model pembelajaran yang paling efektif untuk semua mata pelajaran atau untuk semua materi;
  2. pemilihan model pembelajaran untuk diterapkan guru di dalam kelas mempertimbangkan beberapa hal yaitu tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, ketersediaan fasilitas, kondisi peserta didik, serta alokasi waktu yang tersedia;
  3. adanya keterlibatan intelektual–emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap;
  4. adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran;
  5. guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar peserta didik;
  6. penggunaan berbagai metode, alat dan media pembelajaran.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran di kelas hendaknya melibatkan guru dan siswa serta terjalinnya interaksi yang baik dalam suasana yang menyenangkan sehingga segenap potensi siswa dapat berkembang secara optimal.

Dalam artikel 18 (Civics for Twenty One, 1985 :10) dikatakan bahwa metode atau pendekatan yang tepat adalah diskusi antara murid dan para guru, untuk mengungkapkan ekspresi diri mereka dapat dilakukan dengan cara tanya-jawab, menggambar, menyanyi, syair/puisi, dan lain-lain. Selain itu, PKn juga mengajarkan agar siswa melek hukum dan nilai-nilai yang diterima oleh seluruh kelompok sosial.

PKn juga merupakan forum untuk belajar serta mengembangkan yang mengarah pada adanya kepastian hukum, bertukar pendapat atau gagasan, berdialog antar sesama, berdebat, dan bagaimana membantah dengan baik. Sedangkan guru dapat mengorganisir debat dan melakukan pengawasan sehingga dapat membentuk kepribadian, cinta kebenaran, taat pada etika dan hukum.

Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas menurut Joyce and Weil (1986) memiliki dua dampak bagi siswa, yaitu dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar pada tujuan yang diharapkan. Sedangkan dampak pengiring adalah hasil belajar yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para pelajar tanpa pengarahan langsung dari guru.

Model pembelajaran demokratik yang dikembangkan oleh Joyce and Weil (1986) memberikan dua dampak instruksional dan dua dampak pengiring yaitu

1. memahami materi akademik,

2. memiliki ketrampilan proses dalam berdemokrasi,

3. memiliki komitmen pada demokrasi,

4. menjadi warganegara yang aktif.

Dengan demikian, pembelajaran demokrasi dengan teknik kata kunci (keyword) yang dikembangkan oleh peneliti dalam pembelajaran PKn diharapkan dapat memunculkan dampak instruksional maupun dampak pengiring.

2.2 Implementasi Teknik Kata Kunci (Keyword)

Guna memudahkan siswa mengingat suatu pendapat, konsep-konsep atau teori tertentu, guru sering menggunakan kata-kata atau singkatan. Contohnya dalam pelajaran PKn Tujuan Pembangunan Masyarakat Indonesia sering disingkat menjadi Mas Adam Berdasi yang berarti mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasar pada hal tersebut di atas, peneliti berfikir untuk mengembangkan teknik tersebut dan melakukan kajian kepustakaan guna menemukan landasan teoretis dari teknik yang dimaksud. Berdasarkan kajian kepustakaan tentang teknik mengajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2009:47), selanjutnya peneliti mencoba untuk mengkaji secara mendalam teknik Concept Sentence.

Berdasar pada Concept Sentence tersebut, peneliti melakukan modifikasi untuk meningkatkan kesadaran terhadap konstitusi. Modifikasi dari Concept Sentence ini peneliti beri nama Teknik Kata Kunci (Keyword). Penerapan Teknik Kata Kunci (Keyword) ini dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap konstitusi / UUD 1945 yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesadaran terhadap konstitusi (UUD 1945). Selain itu sulitnya untuk mengingat dan memahami konstitusi menjadi kendala bagi siswa dalam pembelajaran PKn. Padahal, sebagai warganegara yang baik pemahaman terhadap konstitusi merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar lagi.

Teknik Kata Kunci (Keyword) adalah suatu cara mengajar yang digunakan dengan memberikan suatu kata yang merupakan inti sari atau dasar pikiran dari suatu uraian atau kalimat dan menghubungkannya dengan kata kunci yang lain. Dengan membuat hubungan antara satu kata kunci dengan kata kunci lainnya, akan terbentuk satu kalimat atau konsep yang memiliki makna. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2) Guru menyampaikan materi secukupnya.

3) Guru memberi tugas pada siswa, setiap orang mendapat satu pasal dan ditugasi untuk membuat kata kunci dari pasal tersebut.

4) Guru membentuk kelompok yang anggotanya bebas (pengelompokan anggota tergantung pada berapa pasal yang terdapat dalam kategori) secara heterogen.

5) Guru menyajikan beberapa contoh kata kunci sesuai materi yang disajikan.

6) Tiap kelompok menganalisis UUD 1945 dan membuat satu kata kunci dari tiap-tiap pasal atau ayat.

7) Tiap kelompok disuruh membuat kalimat dengan menggunakan kata kunci yang berasal dari satu pasal atau ayat dari UUD 1945.

8) Tiap kelompok membuat Chart sesuai dengan tugasnya.

9) Tiap-tiap siswa secara bergantian mencoba untuk menghubungkan kata kunci dengan pasal atau ayat yang disediakan oleh guru di depan kelas.

10) Siswa bersama guru membuat kesimpulan.

2.3 Kesadaran Berkonstitusi

Pemasyarakatan kesadaran berkonstitusi pada pokoknya merupakan upaya pendidikan dan pemasyarakatan UUD 1945 di tengah kesadaran kognitif segenap warga negara Republik Indonesia. Pendidikan itu dapat dilakukan melalui jalur formal secara berjenjang dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Ini yang dimaksudkan oleh UU Sistem Pendidikan Nasional sebagai PKn atau civic education. Namun civic education di luar jalur pendidikan formal dapat pula diartikan sebagai pendidikan politik atau yang disebut dengan istilah-istilah lain, yang dipandang dari sudut konstitusi tidak lain merupakan pendidikan konstitusi.

Dalam rangka pendidikan dan pemasyarakatan konstitusi ini, penting sekali menjadikan UUD 1945 akrab dengan rakyat. UUD 1945 jangan sampai menjadi asing bagi warga pendukungnya sendiri. Bahwa masih ada sedikit atau banyak kelompok orang yang tidak puas atau bahkan tidak setuju dengan isi UUD 1945, itu tidak mengurangi makna bahwa UUD 1945 sah sebagai hukum tertinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah khususnya Mahkamah Konstitusi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran konstitusi pada masyarakat (http://depdagri.go.id), yaitu melalui Pertama, penerjemahan-penerjemahan UUD 1945 ke dalam berbagai bahasa daerah yang dianggap perlu. Kedua, penerbitan naskah UUD 1945 ke dalam huruf Braille untuk penyandang cacat. Ketiga, upaya penerbitan UUD 1945 dalam bentuk cakram padat (CD) dan kaset. Keempat, penulisan-penulisan naskah UUD 1945 dalam huruf Arab Melayu untuk menarik minat ulama dan santri di lingkungan pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia yang akrab dengan huruf Arab Melayu atau biasa disebut juga dengan huruf Jawi.

Terkait dengan upaya penyebarluasan pendidikan kesadaran berkonstitusi, menurut Jimly Assiddiqie (2006) guru adalah petugas yang paling tepat untuk melakukan fungsi dan tugas sosialisasi ke masyarakat. Sebagai hukum dasar tertinggi, hanya 25 butir ketentuan dalam UUD 1945 yang tidak berubah. Selebihnya, sebanyak 71 butir yang diwarisi dari tahun 1945, telah berubah. Untuk itu, peranan para guru penting sekali untuk membangun persepsi yang tepat kepada generasi muda mengenai masa depan yang kita cita-citakan sebagai sebuah negara modern berdasarkan konstitusi sebagai sistem pemersatu bangsa.

Kesadaran konstitusi bukan berarti siswa memiliki wawasan atau pengetahuan di bidang konstitusi saja, tetapi yang terpenting adalah siswa mampu menerapkan apa yang telah diketahuinya itu dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, keluarga, dan juga di masyarakat. Kesadaran konstitusi di sekolah dapat dilihat dari beberapa indikator di antaranya (1) ketaatan pada tata tertib atau peraturan sekolah, (2) ketertiban dalam mengikuti proses pembelajaran, (3) tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan sekolah. Dengan demikian, semua elemen negara seperti lembaga, tokoh masyarakat, dan fungsi-fungsi organisasi, mengambil tanggung jawab untuk membangun kesadaran berkonstitusi warga negara. Dengan begitu, nantinya diharapkan konstitusi bisa menjadi konstitusi yang akrab di hati warga negara.

3. Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi quasi eksperimen dengan pendekatan statistik inferensial. Adapun rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut: suatu kelompok dikenakan perlakuan tertentu, lalu setelah itu dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung.



Treatment Post Test

(X) T2


Tujuan penelitian komparatif ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan (Sumadi Suryabrata, 1983:32). Adapun teknik penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan, tes, wawancara, dan skala sikap. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala sikap dan tes prestasi belajar.

4. Temuan Penelitian

4.1 Skala Sikap

Alat yang digunakan untuk mengukur kesadaran berkonstitusi adalah skala sikap sebanyak 20 item dengan 5 option (skala likert). Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Variabel bebas Teknik Kata Kunci (Keyword) mampu menjelaskan variasi yang ada di dalam variabel terikat Kesadaran Konstitusi sebesar 17,1% dan sisanya dijelaskan oleh variabel bebas lain yang tidak terukur. Dengan kata lain, variabel bebas Keyword mampu memberikan kontribusi terhadap variabel terikat Kesadaran Konstitusi sebesar 17,1% dan sisanya yaitu sebesar 82,9% lagi dijelaskan oleh variabel bebas lain yang tidak terukur.

2. Pengaruh antara variabel Teknik Kata Kunci (Keyword) terhadap Kesadaran Konstitusi adalah signifikan, besar pengaruhnya adalah 0,413 atau 41,3%.

3. Persamaan regresi yang didapat adalah: ; makna yang didapat dari persamaan regresi ini adalah untuk setiap penambahan 1 satuan nilai X, akan mampu menghasilkan nilai Y sebesar 54,569 + 0,153 = 54,822 satuan besar variabel Y.

4.2 Data dari Hasil Tes

Data yang diperoleh yaitu berasal dari skor tes di kelas Eksperimen dan kelas Kontrol. Rata-rata tes dengan pembelajaran yang menggunakan metode Teknik Kata Kunci memang lebih besar secara signifikan daripada rata-rata tes pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional. Jika dilihat pada tabel deskripsi berikut ini, dapat terlihat bahwa perbedaan nilai rata-rata tes dari kedua kelas tersebut memang berbeda jauh.

Tabel 4.1

Deskripsi Hasil Tes

Group Statistics


Kelas

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Tes

Eksperimen

78

23.7564

3.83824

.43460

Kontrol

73

12.5616

2.47199

.28932

Dari tabel tersebut di atas jelas terlihat bahwa nilai rata-rara tes di kelas eksperimen adalah 23,7564, sedangkan nilai rata-rata tes di kelas kontrol adalah sebesar 12,5616.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Merujuk kepada hasil temuan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, kesadaran berkonstitusi siswa akan tercapai secara efektif jika dalam proses belajar mengajar PKn menggunakan teknik kata kunci (keyword) Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa penerapan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran berkonstitusi siswa sebesar 0,413 atau 41,3 %. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kesadaran berkonstitusi siswa dipengaruhi secara signifikan oleh teknik kata kunci (keyword) sebesar 41,3 %. sedang sisanya sebesar 58,7% ditentukan oleh faktor lain. Kontribusi yang diberikan oleh teknik kata kunci (keyword) adalah sebesar 0,171 atau 17,1% dengan persamaan regresinya adalah ; makna yang didapat dari persamaan regresi ini adalah untuk setiap penambahan 1 satuan nilai X akan mampu menghasilkan nilai Y sebesar 54,569 + 0,153 = 54,822 satuan besar variabel Y.

Kedua, melalui pendekatan teknik kata kunci (keyword) akan terbentuk sikap percaya siswa terhadap pemerintah, hukum, dan peraturan karena berdasarkan penelitian pendekatan teknik kata kunci (keyword) berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran berkonstitusi siswa.

Ketiga, terdapat perbedaan kemampuan akademik yang signifikan di antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rara-rata tes di kelas eksperimen adalah sebesar 23,7564, sedangkan rata-rata nilai tes di kelas kontrol adalah sebesar 12,5616.

Keempat, banyaknya pasal serta ayat yang terdapat dalam UUD 1945 hasil perubahan keempat cukup menyulitkan guru dan siswa dalam memahami konstitusi.

5.2 Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan-kesimpulan di atas serta pembahasan hasil pengujian hipotesis terdahulu, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut

1) Penerapan teknik kata kunci (keyword) dapat digunakan sebagai wahana untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi siswa Menurut para pakar melalui proses belajar yang baik akan mendapatkan hasil belajar yang baik pula. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator harus mampu membuat perencanaan yang baik terhadap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan serta materi yang akan disampaikan di kelas untuk mencapai pembelajaran yang optimal.

2) Guru PKn hendaknya berusaha secara maksimal untuk senantiasa melakukan pembinaan terhadap kesadaran berkonstitusi siswa karena masa depan bangsa tergantung pada generasi muda terutama pelajar yang akan menggantikan para pemimpin di masa yang akan datang.

3) Siswa hendaknya memiliki motivasi belajar yang tinggi dan kesadaran berkonstitusi yang baik untuk meraih masa depan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2009. Model-Model Pembelajaran ( Materi Pelatihan KTSP Departemen Pendidikan Nasional). Jakarta : Depdiknas.

Sapriya & Winataputra. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan ( Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran). Bandung : Lab. PKn. Jurusan PKn-FPIPS. UPI Bandung.

Sekretariat Jendral MKRI 2006. Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi. Jakarta : Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi RI.

Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning ( 101 Cara Belajar Siswa Aktif). Bandung : Nusamedia & Nuansa.

Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar ( Ilmu Pengetahuan Sosial/IPS). Bandung : Alfabeta.

Winataputra,S.Udin & Dasim Budimansyah.2007. Civic Education, Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Prodi PKn – SPs UPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar